Beras Kencur 'Made in Japan'
"Sebuah perusahaan kosmetik Jepang mengantongi 24 paten tanaman asli Indonesia.
Kita harus membayar paten untuk rempah-rempah dari teras rumah sendiri..."
Untuk mengetahui apa saja khasiat dari kencur klik disini!
- - - - - - - - - - - -- - - - - -- - -- - - - - - - -
Orang biasa menyebutnya cabe jawa. Dari namanya saja bisa dipastikan tanaman rambat ini berasal dari Jawa, atau setidaknya dari Indonesia—karena ditemukan pula di Madura, Sumatra, dan Sulawesi. Masyarakat sering memakainya untuk peluruh haid hingga peluruh kentut.
Tanaman ini bisa juga menjadi tonik rambut. Tapi yang punya modal cukup jangan coba-coba mengemas dan memasarkannya ke luar negeri. Bisa-bisa kena denda atau masuk bui. Sebab, hak patennya untuk tonik rambut menjadi milik sebuah perusahaan kosmetik. Masalahnya, perusahaan itu bukan dari Indonesia, tetapi dari Jepang. Nah!
Tindakan perusahaan Jepang itu sah-sah saja. Sebab, Badan Pangan Dunia (FAO)mengakui bahwa sumber daya genetika merupakan kekayaan umat manusia. Akibatnya, kepemilikan oleh suatu negara atau masyarakat tradisional tak dianggap. Namun pemerintah Indonesia berupaya memagarinya. Awal Desember lalu, bersama akademisi dan industri dalam negeri, Kementrian Lingkungan Hidup mulai menyusun Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Genetika. Aturan main ini diharapkan bisa mengurangi "pencurian" kekayaan alam kita oleh industri negara maju.
Sebenarnya, sejak sembilan tahun lalu, akses terhadap sumber daya genetika ini sudah di-bicarakan dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati di Rio de Jainero, Brasil. Indonesia merupakan negara kedelapan yang ikut menandatangani konvensi tersebut.
Dalam salah satu pasal konvensi itu disebut bahwa keuntungan hasil pendayagunaan sumber daya genetika harus dibagi secara adil dan merata kepada pemilik sumber daya tersebut. Hingga kini negara berkembang masih ber-juang agar FAO mau mengubah dan menyelaraskan pemahamannya tentang akses dan pembagian keuntungan seperti dalam konvensi ini.
Pencurian ini terjadi seiring dengan kemajuan bioteknologi yang berhasil membuat alih gen antarspesies, yang sebelumnya mustahil dilakukan. Negara maju dengan industrinya mulai berlomba memburu kekayaan genetika dari negara-negara mega-diversity. Indonesia, yang merupakan negara terkaya dalam keragaman genetika, menjadi tempat berburu paling nyaman karena belum memiliki aturan main.
Seorang peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggambarkan betapa gampangnya pencurian itu terjadi. Hanya berbekal sapu tangan, orang asing bisa mengambil serbuk sari sebuah tanaman yang kemudian diekstraksi menjadi bahan baku kosmetik, makanan, atau produk lainnya. Hasilnya langsung mereka patenkan. Akibatnya, kita kehilangan hak pemanfaatannya.
Seperti yang terjadi saat ini, Shiseido, sebuah perusahaan kosmetik dari Jepang, sudah mengantongi 24 hak paten tanaman asli Indonesia, antara lain brotowali, sambiloto, urang-aring, gambir lumpang, bahkan kemiri. Berbagai materi genetik dari tanaman itu mereka olah menjadi bahan dasar kosmetik untuk pemutih, anti-penuaan, atau tonik rambut. Shiseido sendiri memperkirakan tahun depan mampu menjual produknya ke seluruh dunia senilai 800 miliar yen (sekitar Rp 68 triliun). Sedangkan Indonesia sebagai pemiliknya tak mendapat keuntungan sepeser pun.
"Melihat kondisi itu, kita sedih juga," kata Heru Wardana, pemimpin divisi pengembangan budi daya alam di PT Martina Berto. Akibat klaim paten itu, perusahaan kosmetik dari Indonesia ini harus mencari tanaman lain sebagai bahan baku kosmetik.
Jika ingin memakai bahan yang sudah dipatenkan, kita terpaksa membelinya. "Padahal, tanaman itu ada di teras rumah kita," keluhnya.
Heru berharap masyarakat makin peduli terhadap paten kekayaan asli bangsa Indonesia. Sebab, jika hal itu dibiarkan terus, kita akan banyak kehilangan sumber genetika. "Jangan kaget kalau tiba-tiba pihak luar negeri sudah mengantongi paten tahu
sumedang," Heru mencontohkan.
Selain pihak industri, sejumlah lembaga swadaya masyarakat pun mulai menggugat. Pesticide Action Network Indonesia, sebuah LSM yang peduli masalah pertanian, sejak tahun lalu melakukan kampanye boikot terhadap produk Shiseido.
Menurut Prof. Latifah Darusman, Kepala Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor, selama kita belum memiliki aturan main, sangat sulit untuk membendung pencurian ini. Ia menyarankan agar seluruh kekayaan tradisional kita segera didokumentasikan agar dapat memudahkan proses paten. "Kerugian secara moral dan intelektual sangat terasa terutama berkaitan dengan kekayaan tradisional dan indigenous knowledge," kata Latifa.
Namun, yang terpenting harus segera di-susun aturan main yang berlaku secara nasional. Aturan tersebut menyangkut kerja sama dalam dan luar negeri dalam memanfaatkan kekayaan alam oleh pihak pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta.
Ya, jangan sampai kelak kita harus membeli beras kencur made in Japan.
Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/
0 comments: on "Perusahaan Jepang kantongi 24 paten tanaman Indonesia"
Posting Komentar